Selamat datang di blog saya,
Pdt. Dr. Andreas Loanka, S.Th., M.Div.
Semoga blog ini bisa menjadi berkat buat Anda.
4,754 views

RENUNGAN PAGI:  Lukas 2:13-14

Kita sering mengukur level hidup kita pada:

  • Penampilan: “Apakah saya sudah tampak bagus?”
  • Pencapaian: “Apakah saya sudah mengerjakan dengan berhasil?”
  • Kekayaan dan kekuasaan: “Apakah saya sudah cukup penting dan cukup berkuasa?”
  • Penilaian orang: “Apakah yang dipikirkan orang tentang diriku?”

Keempat standart pengukuran itu berpusat pada diri kita sendiri dan perkara dunia yang tidak stabil dan fana.  Penampilan bisa memudar.  Keberhasilan yang dicapai sekarang bisa tinggal kenangan.  Kekayaan dan kekuasaan bisa habis lenyap.  Penilaian orang lain pada diri kita bisa berubah setiap saat.

Marilah kita belajar dari standart pengukuran Yesus yang lahir di Natal pertama.  Bukan penampilan, keberhasilan, kekayaan, kekuasaan ataupun penilaian orang-orang yang diutamakan-Nya.  Tetapi kemuliaan Allah dan keselamatan umat manusia yang dipentingkan-Nya.

Ia rela meninggalkan takta surga yang mulia untuk datang ke dalam dunia yang hina. Ia rela dilahirkan di sebuah kandang dan dibaringkan di dalam palungan. Meskipun demikian, bayi Natal yang sederhana itu membawa signifikansi yang besar. Oleh-Nya manusia yang seharusnya binasa bisa memperoleh keselamatan. Kelahiran-Nya membawa kemuliaan bagi Allah dan damai sejahtra di bumi.

Hidup Kristus memiliki signifikan karena Ia senantiasa memuliakan Allah dan memberkati sesama. Seturut dengan kehendak Bapa, Ia rela datang ke dunia dengan cara yang sederhana. Demi menyelamatkan manusia, Ia rela dipaku di atas kayu salib yang hina.

Tuhan Yesus peduli pada kita. Ia datang karena kasih-Nya pada kita.  Ia rela mati di atas salib demi menyelamatkan kita. Ia pun menganggap kita penting dan mau memakai kita menjadi rekan kerja-Nya. Ia telah menyelamatkan hidup kita dan mau memakai kita  untuk mendatangkan kemuliaan bagi Allah dan  menghadirkan damai sejahtra di bumi.

Standart hidup yang Tuhan inginkan adalah hidup yang memuliakan Allah dan menjadi berkat bagi sesama. Marilah kita masing-masing bertanya pada diri sendiri: “Apakah hidupku telah memuliakan-Nya? Apakah hidupku sudah bermakna bagi orang-orang di sekitarku?”

Bagaimana pun keadaan kita dalam hal penampilan, pencapaian, kekayaan, kekuasaan, ataupun penilaian orang lain, hendaklah kita tetap tekun untuk menjadikan hidup kita memiliki signifikansi, yaitu memuliakan Allah dan mendatangkan syalom pada sesama.  Biarlah kehidupan kita dapat berpadanan dengan pujian bala tentara surga: “Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya” (Lukas 2:14).

 

Good morning. God bless you.

Andreas Loanka

Bermakna dan Berdamp

RENUNGAN PAGI: Matius 5:13-16 Injil Matius pasal 5 diawali dengan Delapan ...

Stop Labeling

RENUNGAN PAGI: 1 Samuel 16:1-13 dan Lukas 18:15-17 Labeling atau perilaku ...

Ketaatan Kepada Alla

RENUNGAN PAGI : Imamat 9:1-24 Para hamba Tuhan dan segenap umat ...

Api-Nya Harus Tetap

RENUNGAN PAGI : Imamat 6:8-13 Imamat 5 dan 7 berbicara tentang ...

Setia Memberitakan I

RENUNGAN PAGI : Kisah Para Rasul 28:17-28 Paulus menjadi tahanan rumah ...

Bermakna dan Berdamp

RENUNGAN PAGI: Matius 5:13-16 Injil Matius pasal 5 diawali dengan Delapan ...

Stop Labeling

RENUNGAN PAGI: 1 Samuel 16:1-13 dan Lukas 18:15-17 Labeling atau perilaku ...

Ketaatan Kepada Alla

RENUNGAN PAGI : Imamat 9:1-24 Para hamba Tuhan dan segenap umat ...

Api-Nya Harus Tetap

RENUNGAN PAGI : Imamat 6:8-13 Imamat 5 dan 7 berbicara tentang ...

Setia Memberitakan I

RENUNGAN PAGI : Kisah Para Rasul 28:17-28 Paulus menjadi tahanan rumah ...