Selamat datang di blog saya,
Pdt. Dr. Andreas Loanka, S.Th., M.Div.
Semoga blog ini bisa menjadi berkat buat Anda.
1,254 views

RENUNGAN PAGI: Roma 12: 9-16

 

Seorang nenek kecebur ke laut.  Para penumpang kapal yang melihatnya berteriak-teriak agar ada yang segera menolong nenek itu.

Pada saat suasana sedang genting, tiba-tiba ada seorang pemuda terjun dari kapal.  Dia menolong nenek itu, sehingga nenek itu pun selamat.

Banyak orang memuji pemuda itu. Kapten kapal pun menghampiri pemuda tersebut dan berkata, “Terima kasih mas!  Kalau tidak ada mas yang menolong nenek itu, maka dia tentu sudah tengggelam!”

Pemuda itu bukannya senang, tetapi malah jadi marah. Dia berkata, “Saya tidak butuh ucapan terima kasih. Saya tidak butuh semua pujian. Saya tidak peduli nenek itu. Saat ini saya mau tanya, siapa yang tadi menjorokkan saya ke dalam laut?”

Rupanya si pemuda menolong nenek itu karena ia dijorokkan orang. Dia melakukannya dengan terpaksa. Itu sebabnya meskipun sudah berbuat hal yang baik, dia malah marah-marah.

Hal yang sama bisa terjadi pada kita. Bisa saja kita sudah melakukan banyak hal yang baik, tetapi tidak ada sukacita di hati. Sebaliknya kita merasa capek hati, kesal, dan marah. Mungkin hal itu dikarenakan kita melakukannya dengan terpaksa atau karena kewajiban.

Suatu kebaikan yang dilakukan karena terpaksa atau kewajiban, tidak akan mendatangkan sukacita kepada yang melakukan ataupun yang menerimanya.

Adakalanya kita merasa sudah melakukan banyak hal yang baik kepada orang lain, misalnya rekan kerja, teman, saudara, anak, atau mungkin juga pasangan. Tetapi mereka bukannya senang dan berterima kasih, sebaliknya mereka malah punya salah persepsi dan mengeluh.  Hal itu mungkin dikarenakan kita melakukannya hanya sebagai kewajiban atau terpaksa, tanpa ada empati di dalamnya.

Cobalah lakukan kebaikan itu dengan empati. Empati adalah bagian dari kasih. Dengan adanya empati, maka kita dapat memahami perasaan  atau pikiran orang lain, serta dapat mengidentifikasi diri dengannya.

Empati membuat kita peka terhadap orang lain. Kita dapat turut bersukacita dengan orang-orang yang bersukacita, dan menangis bersama dengan mereka yang menangis. Empati membuat kita tidak tinggi hati atau merasa diri kita lebih pandai dari orang lain, melainkan memiliki kerendahan hati dan peka pada perasaan dan pikiran orang lain.

Empati membuat kita bukan hanya bertindak menurut apa yang kita anggap baik dan dengan cara yang kita anggap baik, melainkan kita benar-benar memperhatikan perasaan dan pikiran orang lain juga. Apa yang kita lakukan benar-benar menyentuh kebutuhan dan hati orang lain.

Empati membuat kebaikan yang kita lakukan itu bukan hanya mendatangkan manfaat, tetapi juga memberi sukacita kepada yang menerima ataupun yang melakukannya.

Marilah kita melakukan kebaikan dengan hati yang berempati kepada orang lain, khususnya kepada mereka yang lemah. Kita akan mendapatkan keindahan di dalamnya.

 

Good morning. God bless you.

Andreas Loanka

Bermakna dan Berdamp

RENUNGAN PAGI: Matius 5:13-16 Injil Matius pasal 5 diawali dengan Delapan ...

Stop Labeling

RENUNGAN PAGI: 1 Samuel 16:1-13 dan Lukas 18:15-17 Labeling atau perilaku ...

Ketaatan Kepada Alla

RENUNGAN PAGI : Imamat 9:1-24 Para hamba Tuhan dan segenap umat ...

Api-Nya Harus Tetap

RENUNGAN PAGI : Imamat 6:8-13 Imamat 5 dan 7 berbicara tentang ...

Setia Memberitakan I

RENUNGAN PAGI : Kisah Para Rasul 28:17-28 Paulus menjadi tahanan rumah ...

Bermakna dan Berdamp

RENUNGAN PAGI: Matius 5:13-16 Injil Matius pasal 5 diawali dengan Delapan ...

Stop Labeling

RENUNGAN PAGI: 1 Samuel 16:1-13 dan Lukas 18:15-17 Labeling atau perilaku ...

Ketaatan Kepada Alla

RENUNGAN PAGI : Imamat 9:1-24 Para hamba Tuhan dan segenap umat ...

Api-Nya Harus Tetap

RENUNGAN PAGI : Imamat 6:8-13 Imamat 5 dan 7 berbicara tentang ...

Setia Memberitakan I

RENUNGAN PAGI : Kisah Para Rasul 28:17-28 Paulus menjadi tahanan rumah ...