Selamat datang di blog saya,
Pdt. Dr. Andreas Loanka, S.Th., M.Div.
Semoga blog ini bisa menjadi berkat buat Anda.
8,307 views

[Bina Iman] 1 Korintus 8:1-13; 10:14-33
 

A Fuk adalah seorang remaja Kristen yang berasal dari latar belakang bukan Kristen. Kendatipun kedua orang tuanya belum Kristen, namun mereka tidak melarang A Fuk aktif ke gereja. Salah satu alasannya adalah perubahan yang terjadi pada diri A Fuk. Sebelumnya ia adalah seorang remaja yang sangat nakal, ugal-ugalan, dan suka melawan orang tua, namun setelah bertobat dan percaya kepada Tuhan Yesus ia berubah 180 derajat. Hal ini sangat menggembirakan orang tuanya, sehingga mereka tidak melarang A Fuk ke gereja.

Ada suatu pergumulan yang dihadapi oleh A Fuk, yaitu berkenaan dengan makanan yang telah dipersembahkan kepada berhala. Sesuai dengan tradisi turun-temurun, pada tanggal 1 dan 15menurut Kalender Tionghwa (Che It dan Cap Go ), kebanyakan makanan yang terhidang di meja makan telah dipersembahkan kepada berhala. Apakah ia boleh makan makanan tersebut, atau dia harus cari makan di luar? Apakah makanan yang telah dipersembahkan kepada berhala itu menjadi haram bagi orang Kristen?

Untuk menjawab pergumulan A Fuk, juga Saudara-saudari yang mempunyai problema yang sama, kita harus meneliti pernyataan Alkitab berkenaan dengan permasalahan tersebut.  

Jemaat pada abad pertama, khususnya jemaat di Korintus, juga menghadapi permasalahan yang sama. Kebanyakan orang percaya di Korintus berlatar belakang penyembahan berhala. Masih banyak sanak keluarga dan teman-teman mereka yang belum percaya kepada Tuhan Yesus dan masih mengadakan penyembahan kepada berhala. Di samping itu, daging yang diperjual-belikan di pasar-pasar di kota Korintus (dan kota-kota lain yang penduduknya menyembah berhala) kebanyakan berasal dari binatang korban persembahan di kuil-kuil berhala.   Sebab dagingnya bagus tetapi harganya lebih murah.   

Dalam kondisi seperti itu, apakah orang Kristen boleh membeli daging di pasar?  Apakah orang Kristen boleh menerima undangan makan dari sanak keluarga dan teman-teman yang belum Kristen? Dan apabila menerima undangan itu, apakah mereka harus mengadakan pemeriksaan atas makanan yang dihidangkan?

Untuk menjawab pergumulan  jemaat Korintus dan jemaat-jemaat di tempat lain, dalam Surat1 Korintus 8:1-13 dan 10:14-33, Tuhan Yesus melalui  rasul-Nya  memberikan penjelasan berkenaan dengan makanan persembahan berhala.
 

1.   Berhala Bukan Allah

Alkitab berkata: “Tentang hal makan daging persembahan berhala kita tahu: ‘tidak ada berhala di dunia dan tidak ada Allah lain dari pada Allah yang esa” (1 Kor. 8:4). Sebab sungguhpun ada apa yang disebut “allah”, baik di sorga, maupun di bumi —  dan memang benar ada banyak “allah” dan banyak “tuhan” yang demikian —  namun bagi kita hanya ada satu Allah saja, yaitu Bapa, yang dari pada-Nya berasal segala sesuatu dan yang untuk Dia kita hidup, dan satu Tuhan saja, yaitu Yesus Kristus, yang oleh-Nya segala sesuatu telah dijadikan dan yang karena Dia kita hidup (1 Kor. 8:5-7).

Berhala bukanlah Allah dan seharusnya tidak dijadikan objek penyembahan.  Janganlah kita menjadi bodoh dan beranggapan bahwa patung kayu, batu ataupun emas memiliki kesadaran untuk menerima penyembahan serta berkemampuan untuk mendatangkan keuntungan bagi penyembah-penyembahnya (Mzm. 115:4-8; 135:15-18).
 

2.   Berhala Tidak Dapat Merubah Makanan Persembahan

Di antara penyembah-penyembah berhala, baik pada abad pertama maupun saat ini, ada suatu konsep pemikiran bahwa makanan yang telah dipersembahkan kepada para dewa telah berubah menjadi pembawa berkat. Orang yang makan makanan itu akan memperoleh keuntungan, misalnya selalu sehat, usaha lancar, dilindungi dari mara bahaya dan sebagainya. Pokoknya selalu ada “ hok khi “ dan “ peng an “.

Alkitab mengajarkan bahwa berhala tidak dapat merubah makanan yang dipersembahkan kepadanya. Makanan itu tidak menjadi lebih berkhasiat ataupun menjadi rusak oleh karena dipersembahkan kepada berhala. Kalaupun ada perubahan rasa, itu hanya karena pengaruh panas api lilin yang terbakar dan terik matahari, bau dupa/kemenyan dan arak, serta debu-debu pembakaran yang menempel pada makanan. Berhala itu sendiri tidak membawa perubahan apapun pada makanan, misalnya semakin berkhasiat. Berkenaan dengan hal ini Alkitab berkata: “Kita tidak rugi apa-apa, kalau tidak kita makan dan kita tidak untung apa-apa, kalau kita makan.” (1 Kor. 8:8).
 

3.  Jangan Makan Makanan Itu Sebagai Makanan Persembahan Berhala

Tidak semua orang Kristen mempunyai pengetahuan yang benar mengenai berhala dan makanan yang dipersembahkan kepadanya.  Ada orang Kristen, yang karena masih terikat oleh berhala-berhala, makan makanan itu sebagai makanan persembahan berhala (1 Kor. 8:7a). Hal ini tentu saja tidak berpadanan dengan iman Kristen.

Janganlah memakan makanan yang telah dipersembahkan kepada berhala sebagai makanan persembahan berhala. Itu tidak diperkenan oleh Allah.  Hal ini bukan dikarenakan makanan itu haram, melainkan oleh dua sebab lainnya. Pertama, oleh karena hati nuraninya lemah maka hati nuraninya dinodai oleh hal itu (1 Kor. 8:7b). Orang semacam ini mungkin tidak mengharapkan apa-apa dari makanan itu. Tetapi karena konsep yang keliru, yaitu menganggapnya sebagai makanan persembahan berhala, maka sesudah makan makanan itu hati nuraninya dinodai dan tidak ada lagi damai sejahtera.  Kedua, orang yang makan makanan itu sebagai makanan persembahan berhala dalam arti mengharapkan “khasiatnya” atau “berkat dari padanya”, ia telah bersekutu dengan roh-roh jahat  yang berada di belakang penyembahan berhala itu (1 Kor.10:19-20). Oleh sebab itu, orang-orang Kristen baru yang berlatar belakang penyembahan berhala diperintahkan untuk tidak makan makanan yang telah dipersembahkan kepada berhala (Kis.15:29).
 

4. Makanlah Dengan Ucapan Syukur Kepada Allah

Ingatlah firman Tuhan: “Semua yang diciptakan Allah itu baik dan suatupun tidak ada yang haram, jika diterima dengan ucapan syukur, sebab semuanya itu dikuduskan oleh firman Allah dan oleh doa” (1 Tim. 4:4-5).   Jadi, mengucap-syukurlah atas segala makanan yang terhidang dan makanlah dengan hati yang bersyukur kepada Allah.  Makanan yang dimakan dengan iman dan syukur itu dikuduskan oleh firman Allah dan doa.

Alkitab berkata: “Apabila kamu diundang makan oleh orang yang tidak percaya, dan undangan itu kamu terima, makanlah apa saja yang dihidangkan tanpa mengadakan pemeriksaaan karena keberatan-keberatan hati nurani” (1 Kor. 10:27).  Kalaupun di dalamnya ada makanan yang telah dipersembahkan kepada berhala, bila kita menerimanya dengan pemahaman yang sesuai  firman Allah bahwa berhala tidak merubah makanan itu serta menaikkan doa syukur kepada Allah untuk hidangan yang tersedia, maka semua makanan itu adalah kudus dan halal.   Suatu makanan tidak menjadi haram bagi orang Kristen hanya karena makanan itu telah dipersembahkan kepada berhala (1 Kor.8:8 ;10:23).   Tetapi janganlah kita makan sebagai makanan persembahan berhala, melainkan makanlah hidangan yang tersedia dengan mengarahkan hati yang bersyukur kepada Allah.

5.       Jangan Menjadi Batu Sandungan Karena Makanan

Pada saat hendak makan, kalau ada seorang saudara berkata kepada kita: “Itu persembahan berhala!”, maka janganlah kita memakannya. Bukan karena makanan itu haram, bukan pula karena diri kita, melainkan karena orang itu dan keberatan-keberatan hati nuraninya (1 Kor. 10:27-29). 

Kita harus mengontrol diri, supaya kebebasan kita tidak menjadi batu sandungan bagi mereka yang lemah (1 Kor. 8:9). Karena apabila kita makan makanan yang telah dipersembahkan kepada berhala (dengan konsep yang benar) di depan saudara-saudara seiman yang lemah, maka hal itu akan semakin melemahkan iman mereka, atau justru memantapkan mereka untuk makan makanan persembahan berhala (dengan konsep yang salah). 

Apabila suatu makanan dapat menjadi batu sandungan bagi orang lain, lebih baik kita tidak makan makanan itu. Dengan demikian orang lain tidak akan jatuh oleh karena makanan yang kita makan. Kita patut meneladani rasul Paulus yang mengatakan, “Karena itu apabila makanan menjadi batu sandungan bagi saudaraku, aku untuk selama-lamanya tidak akan mau makan daging lagi, supaya aku jangan menjadi batu sandungan bagi saudaraku” (1 Kor. 8:13).  

Prinsip rasul Paulus dalam1 Korintus 10:23-24dan 31 sangat baik untuk diteladani.  Jika engkau makan, atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah itu dengan terlebih dahulu mempertimbangkan:  

  1. Apakah itu berguna?  (1 Kor. 10:23a);  
  2. Apakah itu membangun? (1 Kor. 10:23b); 
  3. Apakah dengan itu engkau hanya memperhatikan kepentingan sendiri, atau memperhatikan kepentingan orang lain juga? (1 Kor. 10:24); 
  4. Apakah itu memuliakan Allah?  (1 Kor. 10:31).

KESIMPULAN

Setelah mempelajari kebenaran-kebenaran yang diajarkan firman Tuhan sehubungan dengan makanan yang telah dipersembahkan kepada berhala, maka pergumulan A Fuk telah mendapatkan jawaban.

A Fuk boleh makan semua makanan yang dihidangkan tanpa mengadakan pemeriksaan apakah makanan itu telah dipersembahkan kepada berhala atau tidak. Ia boleh makan segala makanan dengan pemahaman iman yang benar kepada Allah dan pengucapan syukur. Semua yang diciptakan Allah itu baik dan suatupun tidak ada yang haram jika diterima dengan ucapan syukur, sebab semuanya itu dikuduskan oleh Firman Allah dan oleh doa. Tetapi jika di dalam hatinya masih ada keraguan atas makanan itu, maka sebaiknya ia tidak makan agar hati nuraninya tidak dinodai.  

Orang-orang Kristen baru yang berlatar-belakang penyembahan berhala diperintahkan untuk tidak makan makanan yang telah dipersembahkan kepada berhala. Karena sangat besar kemungkinan mereka akan makan makanan itu sebagai makanan persembahan berhala. Hal ini bukan dikarenakan makanan itu menjadi haram, melainkan oleh dua alasan lainnya. Pertama, oleh karena hati nuraninya lemah, maka hati nuraninya dinodai  sehingga sesudah makan makanan itu hatinya menjadi tidak damai sejahtera. Atau karena alasan kedua, orang-orang Kristen baru itu makan makanan tersebut sebagai makanan persembahan berhala, dalam arti mengharapkan ”khasiatnya” atau ”berkat” dari padanya, sehingga dengan demikian mereka bersekutu kembali dengan roh-roh jahat  yang berada di belakang penyembahan berhala itu.

Orang Kristen yang telah dewasa di dalam iman dan pengenalan akan Allah, harus dapat mengendalikan diri sehingga jangan menjadi batu sandungan bagi saudara-saudara yang lain. Jika suatu makanan dapat menjadi batu sandungan bagi orang-orang yang ada di sekitarnya, lebih baik ia tidak makan. 

Orang-orang percaya telah beroleh kemerdekaan yang sesungguhnya di dalam Kristus Yesus (Gal. 5:1). Kendatipun demikian, ia perlu mawas diri supaya kemerdekaannya itu tidak menjadi batu sandungan bagi saudara-saudara yang lemah.  Dalam hal makan atau minum atau melakukan sesuatu yang lain, ia harus memikirkan: apakah itu berguna, membangun, memperhatikan kepentingan orang lain juga, serta memuliakan Allah?

Andreas Loanka

Bermakna dan Berdamp

RENUNGAN PAGI: Matius 5:13-16 Injil Matius pasal 5 diawali dengan Delapan ...

Stop Labeling

RENUNGAN PAGI: 1 Samuel 16:1-13 dan Lukas 18:15-17 Labeling atau perilaku ...

Ketaatan Kepada Alla

RENUNGAN PAGI : Imamat 9:1-24 Para hamba Tuhan dan segenap umat ...

Api-Nya Harus Tetap

RENUNGAN PAGI : Imamat 6:8-13 Imamat 5 dan 7 berbicara tentang ...

Setia Memberitakan I

RENUNGAN PAGI : Kisah Para Rasul 28:17-28 Paulus menjadi tahanan rumah ...

Bermakna dan Berdamp

RENUNGAN PAGI: Matius 5:13-16 Injil Matius pasal 5 diawali dengan Delapan ...

Stop Labeling

RENUNGAN PAGI: 1 Samuel 16:1-13 dan Lukas 18:15-17 Labeling atau perilaku ...

Ketaatan Kepada Alla

RENUNGAN PAGI : Imamat 9:1-24 Para hamba Tuhan dan segenap umat ...

Api-Nya Harus Tetap

RENUNGAN PAGI : Imamat 6:8-13 Imamat 5 dan 7 berbicara tentang ...

Setia Memberitakan I

RENUNGAN PAGI : Kisah Para Rasul 28:17-28 Paulus menjadi tahanan rumah ...