Selamat datang di blog saya,
Pdt. Dr. Andreas Loanka, S.Th., M.Div.
Semoga blog ini bisa menjadi berkat buat Anda.
3,786 views

Galatia 5:22-23

Warrent W. Wiersbe mengungkapkan bahwa sebuah mesin dalam suatu pabrik berkerja dan menghasilkan suatu produk atau barang hasil produksi, tetapi tidak mungkin menghasilkan buah. Buah harus timbul dari kehidupan; dan dalam orang-orang percaya, yang menghasilkan kehidupan ialah kehidupan di dalam Roh (Gal. 5:25). Daging menghasilkan “perbuatan yang sia-sia” (Ibr. 9:14), tetapi Roh menghasilkan buah yang hidup. Dan di dalam buah ini terdapat benih yang akan menghasilkan buah yang lebih banyak lagi. Kasih menghasilkan lebih banyak kasih! Sukacita menolong menghasilkan lebih banyak sukacita!

Tuhan Yesus rindu melihat kita “berbuah… lebih banyak berbuah… berbuah banyak “ (Yoh. 15:2,5), karena inilah cara kita memuliakan Dia. Kodrat lama tidak menghasilkan buah, hanya kodrat baru yang dapat menghasilkan buah.

Perjanjian Baru berbicara tentang beberapa macam “buah” yang dapat dihasilkan orang percaya. Buah itu adalah: 1. Orang yang dibawanya kepada Kristus (Rom. 1:13); 2. Kehidupan yang kudus (Rom. 6:22); 3. Persembahan yang dibawa kepada Allah (Rom. 15:26-28); 4. Segala pekerjaan yang baik (Kol. 1:10); serta 5. Buah Roh Kudus (Gal. 5:22-23) yang menunjuk pada karakter anak-anak Allah.

Saat ini penulis mengajak pembaca yang budiman untuk menelaah tentang “buah Roh”, sebagaimana tercantum dalam Gal 5:22-23. Hal ini sangat penting, sebab orang-orang percaya yang bertumbuh seharusnya menghasilkan buah Roh Kudus. Buah Roh itu mempunyai sembilan karakter. Kesembilan karakter buah Roh itu mencakup hubungan dengan Allah, hubungan dengan sesama, dan hubungan dengan diri sendiri.

1. KASIH, SUKACITA, DAMAI SEJAHTERA

Tiga karakter buah Roh yang pertama berbicara tentang hubungan kita dengan Allah, yaitu kasih, sukacita dan damai sejahtera.

Kasih dibicarakan pertama, karena sebenarnya semua karakter lain dari buah Roh itu berasal dari kasih. Hal ini terlihat jelas bila kedelapan karakter lain dibandingkan dengan ciri-ciri kasih sebagai mana terdapat dalam 1 Kor. 13:4-8, yang mana tampak sekali kesamaannya.

Istilah Yunani dari “kasih” yang dipakai adalah agape, yang berbeda dengan kasih eros, philia ataupun storge. Ada 4 istilah kasih dalam bahasa Yunani: 1) EROS adalah cinta birahi antara pria dan wanita. Istilah ini tidak dipakai dalam PB. 2) PHILIA adalah cinta kasih yg memberi kehangatan yang tertuju pada orang-orang yang paling dekat dengan kita dan yang paling kita kasihi. 3) STORGE adalah kasih sayang, yang khusus digunakan dalam hubungan antara orang tua dengan anak-anaknya. 4) AGAPE istilah Kristen yang berarti kasih dan kebajikan yang tidak bersyarat. Apapun yang diperbuat orang (mencaci, menghina, menyakiti, dsb), kita tetap mengasihi dan berbuat baik kepadanya. Kasih agape itulah yang menggenapkan dan menyempurnakan kasih storge, philia dan eros.

Kasih agape bukan hanya bergantung pada perasaan, tetapi juga kemauan yang tulus dan luhur. Kasih agape itulah kasih Allah kepada kita (Yoh. 3:16) dan juga kasih yang seharusnya dimiliki setiap orang percaya (1 Yoh. 5:1-3). Kasih akan Allah membuat kita menuruti perintah-perintah-Nya (1 Yoh. 5:3), mengasihi saudara-saudara (1 Yoh. 4:20-21), namun tidak mengasihi dunia dan segala keinginannya (1 Yoh. 2:15-16).

Jika seseorang hidup dalam kasih, tentu ia memiliki sukacita (khara). Sukacita atau khara adalah kesentosaan dan kecukupan di dalam hati. Sukacita ini hanya berdasar pada Allah saja (Rm 14:17; 15:13; Flp 1:4,25), dan tidak dipengaruhi keadaan luar. Sukacita inilah yang tetap ada di dalam hati Paulus kendatipun ia harus menderita karena Kristus. Itu sebabnya, ketika berada dalam penjara ia masih dapat bersukacita dan menasehati jemaat Filipi untuk bersukacita. Ia berkata: “Bersukacitalah senantiasa di dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: bersukacitalah!” (Fil. 4:4). Di dalam sukacita (khara) itu ada suatu optimisme kudus.

Kasih dan sukacita itu bersama-sama menghasilkan damai sejahtera. Kata yang dipakai adalah “eirene” (bhs.Yunani), yang punya pengertian yang sama dengan kata Ibrani “syalom”. Damai sejahtera adalah suatu kedamaian hati yang semata-mata bersumber pada kesadaran bahwa hidup kita ada di tangan Allah. Damai sejahtra itu bukan hanya berarti bebas dari kesulitan, tetapi juga menyangkut setiap hal yang membawa kebaikan tertinggi bagi manusia.

2. KESABARAN, KEMURAHAN, KEBAIKAN

Tiga karakter yg kedua berbicara tentang hubungan kita dgn sesama, yaitu kesabaran, kemurahan, dan kebaikan.

Dalam hubungan dgn sesama memang dibutuhkan kesabaran (makrothumia). Mokrothumia punya pengertian panjang sabar dan tekun. Dalam berelasi dengan orang-orang lain, khususnya “orang sulit” atau orang sengaja hendak mempersulit kita, kita harus memiliki kesabaran.

Orang Kristen yang memiliki kesabaran tidak akan membalas kejahatan dengan kejahatan dan tidak mendatangkan kesulitan ke atas orang lain yang melawannya. Apapun yang dilakukan orang lain, ia tetap sabar untuk bersikap baik, tenang dan sopan.

Dalam hubungan dgn orang lain, juga diperlukan adanya kemurahan. Kemurahan (khrestotes) berarti kebaikan yang dipenuhi dengan kemurahan hati. Khrestotes membuat kita bisa bersikap baik dan murah hati terhadap sesamanya yang membutuhkan, bahkan termasuk kepada mereka yang tidak menyenangkan. Kita didorong dari dalam untuk menabur kebaikan pada waktu orang lain menabur kejahatan. Kita sendiri memang sulit melakukan hal ini; tetapi Roh Kudus yang tinggal di dalam kita memampukannya.

Kesabaran dan kemurahan tidak lengkap bila belum ada kebaikan (agathosune). Agathosune berarti kebaikan yang mengandung unsur memperbaiki dan mendisiplin agar orang lain lebih baik. Menurut William Barclay, Agathosune berarti kebaikan dalam pengertian yang luas, yaitu “kebajikan yang tersedia dalam segala perkara”. Di dalamnya terkandung unsur marah dan disiplin. Barclay menjelaskan bahwa Yesus menunjukkan agathosune (kebaikan) ketika Ia mengadakan pembersihan di Bait Allah serta mengusir mereka yang menjadikan tempat itu seperti pasar; tetapi Ia menunjukkan khrestotes (kemurahan) kepada perempuan berdosa yang meminyaki kaki-Nya. Orang Kristen sesungguhnya memerlukan sifat yang menunjukkan kebajikan tetapi sekaligus disiplin. Hanya dengan adanya kebaikan agathosune yang demikian barulah kebenaran, keadilan dan ketertiban dapat ditegakkan.

3. KESETIAAN, KELEMAHLEMBUTAN, PENGUASAAN DIRI

Tiga karakter yang terakhir berhubungan dengan diri sendiri, yaitu kesetiaan, kelemah-lembutan, dan penguasaan diri.

Anak-anak Tuhan perlu tetap memelihara kesetiaan (pistis) dalam hidupnya. Kesetiaan dapat membuatnya layak untuk dipercaya dan bisa diandalkan. Baik dalam hidup pribadi, keluarga, pelayanan, pekerjaan maupun bisnis, kesetiaan itu memiliki nilai tambah yang tinggi sekali.

Kesetiaan hendaknya ditambah dengan kelemah-lembutan (proutes). Menurut Barclay, dalam PB kata “proutes” punya tiga arti: a. Patuh pada kehendak Allah (Mat. 5:5; 11:29; 21:5). b. Mau diajari, dalam arti tidak sombong untuk menerima pengajaran (Yak. 1:21). c. Lemah lembut (1 Kor 4:21; 2 Kor 10:1). Kelemah-lembutan bukan berarti lemah. Tuhan Yesus berkata, “Aku lemah lembut dan rendah hati” (Mat. 11:29), dan Alkitab menyatakan bahwa Musa “sangat lembut hatinya” (Bil. 12:3). Tetapi tidak seorangpun mengatakan Tuhan Yesus atau Musa lemah. Kelemah-lembutan adalah kekuasaan dan wewenang yang dipakai dengan benar. Orang yang lemah lembut bisa marah hanya pada saat yang tepat dan tidak pernah marah pada saat yang tidak tepat.

Kesetiaan dan kelemah-lembutan harus dilengkapi dengan penguasaan diri (egkrateia).  Penguasaan diri atau egkrateia biasa dipakai untuk seorang atlit yang mendisiplinkan tubuhnya (1 Kor. 9:25) dan untuk usaha Kristiani dalam menguasai kebutuhan seks (1 Kor 7:9). Dalam bahasa Yunani sehari-hari kata itu juga dipakai untuk mengungkapkan kebajikan seorang kaisar ideal yang tidak pernah membiarkan kepentingan pribadinya mempengaruhi jalannya pemerintahan atas rakyatnya. Kebajikan seperti itulah yang membuat orang mampu mengendalikan diri sendiri, sehingga ia pantas menjadi pelayan sesamanya.

Marilah kita menampakkan buah Roh dalam kehidupan kita. Buah Roh yang memiliki sembilan karakter itu akan menolong kita memiliki hubungan yang indah dengan Allah, sesama dan diri sendiri.

Ingatlah firman Tuhan ini: “Tetapi buah Roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri. Tidak ada hukum yang menentang hal-hal itu.” (Gal. 5:22-23).

Andreas Loanka

Bermakna dan Berdamp

RENUNGAN PAGI: Matius 5:13-16 Injil Matius pasal 5 diawali dengan Delapan ...

Stop Labeling

RENUNGAN PAGI: 1 Samuel 16:1-13 dan Lukas 18:15-17 Labeling atau perilaku ...

Ketaatan Kepada Alla

RENUNGAN PAGI : Imamat 9:1-24 Para hamba Tuhan dan segenap umat ...

Api-Nya Harus Tetap

RENUNGAN PAGI : Imamat 6:8-13 Imamat 5 dan 7 berbicara tentang ...

Setia Memberitakan I

RENUNGAN PAGI : Kisah Para Rasul 28:17-28 Paulus menjadi tahanan rumah ...

Bermakna dan Berdamp

RENUNGAN PAGI: Matius 5:13-16 Injil Matius pasal 5 diawali dengan Delapan ...

Stop Labeling

RENUNGAN PAGI: 1 Samuel 16:1-13 dan Lukas 18:15-17 Labeling atau perilaku ...

Ketaatan Kepada Alla

RENUNGAN PAGI : Imamat 9:1-24 Para hamba Tuhan dan segenap umat ...

Api-Nya Harus Tetap

RENUNGAN PAGI : Imamat 6:8-13 Imamat 5 dan 7 berbicara tentang ...

Setia Memberitakan I

RENUNGAN PAGI : Kisah Para Rasul 28:17-28 Paulus menjadi tahanan rumah ...