[RENUNGAN PAGI] Mazmur 73:1-28
Tujuan utama manusia adalah untuk memuliakan Allah dan menikmati Dia selama-lamanya. Kedua hal itu harus dipahami dengan seimbang. Jangan mengutamakan yang satu dan mengabaikan yang lain.
Orang yang mau “memuliakan Tuhan” tanpa menikmati sukacita yang Tuhan sediakan, akan hidup dalam suatu kewajiban keagamaan yang penuh beban dan rutinitas pelayanan yang membosankan. Apakah kehidupan yang demikian memuliakan Allah? Sudah tentu tidak!
Orang yang mau menikmati sukacita tanpa mau memuliakan Tuhan, akan hidup dalam kekosongan dan berakhir dengan kehancuran. Apakah kehidupan yang demikian sungguh-sungguh membahagiakan dirinya? Sudah tentu tidak juga.
Mazmur 73 berbicara tentang kedua macam orang itu. Pertama, orang-orang fasik yang menikmati kelimpahan tapi hidup membelakangi Tuhan. Mereka sukses secara materi dan bersenang-senang sepanjang hari. Hal itu menyebabkan mereka menjadi congkak. Mereka membuka mulut melawan Allah di sorga, dan lidah mereka membual di antara manusia di bumi (Mzm. 73:4-9).
Kedua, orang yang mau hidup memuliakan Allah, tetapi tidak menikmati sukacita di dalam Dia. Orang itu adalah pemazmur sendiri, yaitu Asaf. Ia melakukan kewajiban keagamaannya, tetapi hatinya cemburu kepada kemujuran orang-orang fasik. Ia menjalani rutinitas untuk melayani Tuhan, tetapi matanya tertuju kepada kesenangan hidup orang-orang berdosa. Akibatnya, sedikit lagi kakinya terpeleset, dan nyaris ia tergelincir (Mzm. 73:2-3).
Untunglah di dalam kegalauannya, Asaf tetap datang ke hadirat Tuhan. Pada saat ia masuk ke Rumah Tuhan, mata rohaninya dicelikkan, sehingga ia mengerti kesudahan orang-orang fasik. Sesungguhnya mereka ditempatkan di jalan yang licin dan dibiarkan-Nya jatuh binasa. Dalam sekejap mereka hancur, dan amat dahsyatlah kesudahan mereka (Mzm. 73:16-20). Sebaliknya, Tuhan memegang tangannya. Meskipun ia menghadapi berbagai kesusahan, namun Allah senantiasa menuntunnya dengan firman-Nya dan mengangkatnya ke dalam kemuliaan (Mzm. 73:21-24). Akhirnya, Asaf mengimani bahwa Allah itu baik bagi mereka yang tulus dan bersih hatinya (Mzm. 73:1) dan ia mau senantiasa dekat dan berlindung pada Tuhan Allah (Mzm. 73:24).
Spiritualitas Asaf dipulihkan. Iman dan pengharapannya diteguhkan kembali. Ia mau hidup memuliakan Allah dan menikmati Dia dalam kesukacitaannya. Dengan penuh iman dan sukacita ia mengatakan:
“Siapa gerangan ada padaku di sorga selain Engkau? Selain Engkau tidak ada yang kuingini di bumi. Sekalipun dagingku dan hatiku habis lenyap, gunung batuku dan bagianku tetaplah Allah selama-lamanya.” (Mazmur 73:25-26)
Good morning. God bless you.
Andreas Loanka