Selamat datang di blog saya,
Pdt. Dr. Andreas Loanka, S.Th., M.Div.
Semoga blog ini bisa menjadi berkat buat Anda.
745 views

RENUNGAN PAGI: 1 Timotius 6:10-16

 

Kisah tentang Aladin dan lampu wasiatnya menampilkan sesosok jin yang punya kuasa luar biasa. Bila lampu wasiat itu digosok, maka keluarlah jin yang siap memenuhi apa saja permintaan orang yang menyuruhnya keluar. Permintaan pemegang lampu selalu dapat ia penuhi dengan kuasanya yang dasyat.  Sesudah tugasnya selesai, maka jin itu masuk kembali ke dalam lampu wasiat.

Dalam kisah tersebut sepertinya jin itu maha kuasa, karena ia dapat melakukan apa saja.  Tetapi sebenarnya tidaklah demikian!  Ia hanya dijadikan sarana untuk memenuhi keinginan orang yang memegang lampu wasiat.

Mungkin saja, tanpa disadari, kita pun sudah memperlakukan Tuhan seperti itu. Waktu menginginkan sesuatu, kita berdoa dan meminta Allah melakukan keinginan kita. Setelah selesai, Ia harus kembali ke tempat persemayaman-Nya. Jadi, tanpa disadari, kita telah memperlakukan Tuhan hanya sebagai sarana untuk memenuhi keinginan kita.

Kalau begitu, siapakah yang menjadi “tuhan” kita? Keinginan kita sendirilah yang menjadi tuhan. Tentang hal ini Pdt. Yohan menuliskan: “Ketika kita menganggap Tuhan sebagai sarana untuk memperoleh kekayaan, kesehatan, kesejahteraan, damai, cinta, dan keinginan kita sendiri lainnya, maka bukan Tuhan melainkan keinginan kita sendiri sebagai tujuan akhir dan tertinggi. Jika demikian halnya, maka kita telah meninggikan status keinginan kita melebihi status Tuhan sebagai realitas tertinggi dan terutama. Hal-hal itu berarti telah menjadi ilah, berhala kita. Di sanalah telah terjadi suatu pembalikan yang menakutkan.” (Yohan Candawasa, Mendapatkan-Mu Dalam Kehilanganku, Bandung, 2005, hlm. 37).

Tidaklah salah bila kita berdoa untuk menyampaikan kebutuhan dan keinginan kita kepada-Nya. Firman Tuhan malah mengajarkan agar kita menyatakan dalam segala hal keinginan kita kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur (Flp. 4:6). Tetapi keadaan kita menjadi salah bila yang kita utamakan adalah keinginan kita akan materi dan hal-hal lain (1 Tim. 6:10), dan Tuhan hanya kita jadikan sebagai sarana untuk memenuhi keinginan kita.

Tuhan Yesus adalah “Raja di atas segala raja dan Tuan di atas segala tuan” (1 Tim. 6:15). Kita sudah seharusnya mengakui Dia sebagai Raja dan Tuhan kita, serta mengasihi dan memuliakan Dia di dalam seluruh kehidupan kita.

 

Good morning. God bless you.

Andreas Loanka

Bermakna dan Berdamp

RENUNGAN PAGI: Matius 5:13-16 Injil Matius pasal 5 diawali dengan Delapan ...

Stop Labeling

RENUNGAN PAGI: 1 Samuel 16:1-13 dan Lukas 18:15-17 Labeling atau perilaku ...

Ketaatan Kepada Alla

RENUNGAN PAGI : Imamat 9:1-24 Para hamba Tuhan dan segenap umat ...

Api-Nya Harus Tetap

RENUNGAN PAGI : Imamat 6:8-13 Imamat 5 dan 7 berbicara tentang ...

Setia Memberitakan I

RENUNGAN PAGI : Kisah Para Rasul 28:17-28 Paulus menjadi tahanan rumah ...

Bermakna dan Berdamp

RENUNGAN PAGI: Matius 5:13-16 Injil Matius pasal 5 diawali dengan Delapan ...

Stop Labeling

RENUNGAN PAGI: 1 Samuel 16:1-13 dan Lukas 18:15-17 Labeling atau perilaku ...

Ketaatan Kepada Alla

RENUNGAN PAGI : Imamat 9:1-24 Para hamba Tuhan dan segenap umat ...

Api-Nya Harus Tetap

RENUNGAN PAGI : Imamat 6:8-13 Imamat 5 dan 7 berbicara tentang ...

Setia Memberitakan I

RENUNGAN PAGI : Kisah Para Rasul 28:17-28 Paulus menjadi tahanan rumah ...